Jiwa yang Damai


Ada kalanya tiba masa-masa sulit, yang membuat hidup serasa penuh kepedihan dan keluh kesah. Namun, pada saatnya jua tibalah masa-masa kegembiraan yang membuat hidup terasa ringan dan terang. Tanpa sadar bibir kita basah dengan senyuman. Sesungguhnya, kesedihan, kegembiraan, kekecewaan, keriangan dan emosi-emosi lain hanyalah sementara. Sebagaimana sesaatnya malam di telan siang. Tak selamanya kesedihan dan kegembiraan melanda kita. Semua itu datang silih berganti, tanpa selalu dapat dinanti.
Yang perlu kita pahami adalah kesemtaraan ini. Kesementaraan menunjukan bahwa emosi-emosi itu bukanlah milik kita. Ia hanya sebauh tawaran dari alam yang menuntun tindakan dan sikap kita. Ia bukanlah diri kita. Saat gembira sadarilah kegembiraan itu. Saat sedih pahamilah kesedihan itu. Saat kita penuh dengan kesadaran akan emosi kita, saat itulah kita bersentuhan dengan jiwa yang tenang milik kita.
Sediakan beberapa menit dalam sehari untuk melakukan perenungan. Lakukanlah di pagi hari yang tenang, segera setelah bangun tidur atau di malam hari sesaat sebelum beranjak tidur. Merenunglah dalam keheningan. Jangan gunakan pikiran untuk mencari berbagai jawaban. Dalam perenungan kita tidak mencari jawaban. Cukup berteman dengan ketenangan maka kita akan mendapatkan kejernihan pikiran. Jawaban berasal dari pikiran kita yang bening. Selama berhari-hari kita disibukkan oleh berbagai hal. Sadarilah bahwa pikiran kita memerlukan istirahat. Tidak cukup hanya dengan tidur. Kita perlu tidur dalam keadaan terbangun. Merenunglah dan dapatkan ketentraman batin.
Pikiran yang digunakan itu bagaikan air sabun yang diaduk dalah sebuah gelas kaca. Semakin banyak sabun yang tercampur semakin keruh air. Semakin cepat kita mengaduk semakin kencang pusaran. Merenung adalah menghentikan adukan. Dan membiarkan air berputar perlahan. Perhatikan partikel sabun turun satu persatu, menyentuh dasar gelas. Benar-benar perlahan. Tanpa suara, bahkan kita mampu mendengar luruhnya partikel sabun. Kini kita mendapatkan air jernih tersisa di permukaan. Bukankahair jernih mampu meneruskan cahaya, demikian halnya dengan pikiran kita yang bening.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More